Kamis, 19 November 2015

untuk sekiankali sua..



: aku menemukanmu
di hulu matahati..
setiap persuaan 
tak tepermanai
‘ngkau menyanyikan
tembang gulana
perempuan aurora
pada masa dahulu
kau ikatkan pita putih
pada tiap gelung mayang rambut
tetapi membiarkan
angin nakal mengelus
pada tiap riap helaiannya
di gemulai liuk tarian

ahh..
barangkali itu saja.. 
sebab aku tak pernah mampu
menjelaskan makna tatap
nan menghujam palung mata
untuk sekiankali perjumpaan kita..

dialog diam aku dan senja kemarin


: aku dan senja
kemarin riuh berbincang
disaksikan angin
yang memikul debu berterbangan
di bawah bayang awan
sawah
dan
gunung kelabu
terpaku waktu
pada gering kemarau
terhenti pada awal senja
seketika..
sepertiga siang berubah jingga
membelasahku
berdegup
denyar nyeri ngilu
dihumbalang angin lewat
berdenyut
seperti cabikan jarum binarnya

kami bertujuh masing tertegun
terhenti pada buncah diam
mematut tindak
tanpa kesepakatan..

– Please Don’t Judge..! –



: heii..
chasingku memang amburadul
rambut gondrong tak kenal sisir
tampilan luar
berantakan ampir ancur
memusuhi rokok abis-abisan
gaptek
norak
anti kemapanan
eksentrik
dan kampungan
inilah aku seada-adanya..!
terserah..
kamu boleh menilaiku apa saja..!
tapi..
jangan pernah menjudge asal-asalan
sebelum kau benar-benar kenal
siapa aku..!
Ciaoo..!

10 10 - 12:41 AM



: pada terik busung kemarau
di bingkai cuaca..
awan
menceritakan rencana hujan
dia jelaskan segalanya
pada kabut
hingga pada saatnya
sang hujan jengah cemburu
berlari ke utara
menemui lanskap mentari
ia basahi rahim bumi
berujung sungai hati
dan berjanji untuk tak pulang
sedang aku.. di sini
masih setia
menanti
mengeja titikrintiknya
mencoba melukis jiwamu
pada kanvas bening niatku..

// seranta sunyi //


: .. senyap
nan sublim menyeranta
dalam detak
berkalang asa..
menyergap
hingga
mencipta sunyi ini..
merdu seketika..

– Dual Option –



“ssttt.. jangan bilang bilang, ya..
tolong jangan juga ketawa, apalagi muntah..
sungguh..
ini bukan rayu atau gombalism..
cuma sekedar 'ngkau tau, kok..
tapi kamu harus pertanggungjawabkan, loh.

soalnya..
aku kini telah kehilangan sesuatu..
sedikit memang, cuma seiris..
sekerat, mungkin.
tak lebih dari sekepalan tangan doang.
namanya hati..”

ceritanya begini:
tadinya..
aku punya sekerat hati
yang kujaga bagai porselen antik..
sehati-hati mungkin
agar tak retak dan pecah –lagi–
akibat kejahilan tangan
tak bertanggungjawab..
  
rencananya
akan aku serahkan.. tanpa syarat
pada seseorang
yang mampu menjaga
merawat
dan mengasihinya
dengan keseimbangan rasa..

celakanya..
itu telah 'ngkau rampok
dengan semena-mena..

jadi, sekarang..
'ngkau bukan saja punya dua hati
tetapi juga dua opsì..

balikin
atau..
simpan serapatnya
dekat hatimu..!

itu saja.
dem.